Rss Feed

Refleksi Untuk Negeri Di Penghujung Tahun 2008


REFLEKSI UNTUK NEGERI
Merefleksikan Apa Yang Telah Dan Sedang Terjadi Serta Menata Langkah Untuk Meraih Mimpi Menuju Indonesia Yang Maju, Mandiri Dan Bermartabat

Oleh: Fahmi Fatkhurozi

“The Great Indonesia” begitulah kata Hery Tjanjono (penulis buku The XO Way) dalam artikelnya di majalah Tempo edisi 13-19 aguztus 2007, dalam sebuah lagu yang dinyanyikan oleh koesploes indonesia juga di ceritakan sebagai sebuah negeri yang begitu indah dan dengan kekayaan alam yang begitu melimpah, dalam lagu tersebut juga di ceritakan bahwa tongkat kayu apabila ditanam ditanah indonesia bisa tumbuh menjadi tanaman, bahkan seorang dari negeri asing ada yang pernah mengatakan bahwa indonesia adalah negeri percikan air dari surga. Subhanallah, begitu luar biasakah indonesia sehingga banyak orang yang begitu terpesona dan terkagum-kagum dengan keindahan dan kekayaan alam di negeri yang di sebut sebagai zambrud khatulistiwa.
Menurut saya, apa yang diungkapkan diatas memang tidak terlalu berlebihan untuk memberikan gambaran tentang negeri yang bernama indonesia, karena memang itulah kenyataanya. Indonesia adalah negara besar yang dihuni oleh beranekaragam suku bangsa dan bahasa yang berbeda, budaya yang unik dan beranekaragam, serta dikaruniai potensi dan kekayaan alam yang luar biasa melimpah. Dalam buku yang berjudul “selamatkan indonesia” karya amien rais di gambarkan betapa indonesia adalah sebuah negeri yang memiliki SDA yang begitu melimpah, kekayaan alam tersebut meliputi tanah yang subur untuk pertanian, dan berlimpah ruah sumber minyak serta hasil tambang. Cadangan minyak bumi indonesia mencapai sekitar 8,6 milyar barel dengan tingkat produksi kurang lebih 400 juta barel pertahun. Sementara cadangan gas bumi mecapai sekitar 185,5 triliun kaki kubik dengan tingkat produksi 3 triliun kaki kubik per tahun. Negeri ini juga dipenuhi dengan sebaran mineral logam utama, serta mineral industri, seperti batu bara, beuksit, emas, timah, tembaga, perak, timah yang semuanya berada dalam peringkat ke 2 – 9 di seluruh dunia.
Harusnya dengan kekayaan alam yang begitu melimpah indoensia dapat menjadi bangsa yang maju dan bermartabat serta dapat mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Namun, kenyataanya indonesia ternyata tidak mampu untuk mewujudkan hal itu. Yang terjadi, Indonesia kini memiliki hutang 145 milyar dollar, jumlah penduduk miskin di indonesia kini mencapai 39,05 juta jiwa atau sekitar 17,75 % itu juga, jika garis kemiskinan 153 ribu per kapita per bulan. Jika garis kemiskinan dinyatakan sekitar 540 ribu per kapita per bulan sesuai standar bank dunia maka jumlah anak bangsa yang terperangkap dalam kemiskinan mencapai 109 juta jiwa atau 49,5 % atau nyaris separuh dari jumlah penduduk indonesia. Sementara itu, jumlah pengangguran terbuka mencapai sekitar 12 juta orang dan mereka yang tergolong setengah pengangguran mencapai sekitar 30 juta orang. Menurut penuturan menteri kesehatan 4,1 juta bayi atau 20 % menderita gizi kurang dan 8 % diantaranya menderita gizi buruk.
Dalam bidang pendidikan, kita juga akan disuguhkan suatu realitas yang memilukan. Data dari depdiknas sebagai hasil dari rembugnas juni 2007 menunjukan pada tahun 2003 ada sekitar 531.186 ruang kelas yang rusak dari jumlah itu 360.219 ruang sudah diperbaiki dan sisanya 170.967 akan diperbaiki pada program tahun 2008. dalam bidang Infrastruktur juga tidak kalah memilukan, ambil contoh saja jalan nasional, dari total panjang jalan nasional saat ini 34.628, 2779 diantaranya rusak ringan dan 3844 km dalam kondisi rusak berat. Akibatnya, bukan hanya kerugian ekonomi yang bisa mencapai puluhan milyar rupiah serta terhambatnya mobilitas sosial namun juga banyak jiwa yang harus melayang. Data YLKI menyebutkan selama januari-maret 2008 tidak kurang dari 35 orang tewas dijakarta. Sedangkan dari total korban lalu lintas secara nasional yang mencapai 30 ribu jiwa per tahun, 3000 orang diantaranya meninggal akibat jalan yang rusak (media indonesia06/05/2008).
Pertanyaanya, kenapa bangsa yang dikarunia sumber daya alam yang begitu melimpah dan telah menyatakan kebangkitan nasional 1 abad yang lalu mengalami nasib yang memilukan seperti ini?. Ternyata salah satu permasalahanya adalah negeri ini belum mampu untuk mengelola sumber daya alam yang begitu melimpah secara mandiri, malah justru yang terjadi adalah kekayaan-kekayaan alam tersebut dijual kepada pihak asing. Misalkan dalam pengelolaan kandungan minyak bumi, dari 1 juta barel produksi minyak nasional per hari hanya 70 ribu barel yang diproduksi pertamina. Sekitar 75 ribu produksi medco dan KPS lokal. Sisanya sekitar 855 ribu barel per hari ditangan produsen asing. 90 persen dari kontrak kerjasama produksi dikuasai asing. Lebih parah lagi, sektor pertambangan tembaga dan emas sudah hampir 100% dikuasai asing. Salah satu contoh riil dan fenomenal yang hampir tidak bisa diterima akal sehat dan masih berlangsung hingga sampai saat ini adalah eksploitasi emas dan tembaga oleh PT. Freport di papua. Ini adalah tambang mineral terbesar yang menguras 3000 ton bijih per tahun, sekaligus menghancurkan ekosistem 3 sungai besar dan laut arafura. Padahal royalti yang diterima indonesia dari penjualan bersih tergolong sangat kecil yaitu 1 hingga 3,5 % untuk konsentrat tembaga dan 1 % fixed untuk emas dan perak, lebih gila lagi iuran tetap untuk wilayah pertambangan hanya berkisar 225 rupiah sampai 27 ribu rupiah per hektar per tahun, sangat jauh lebih rendah dibandingkan sewa lahan sawah oleh petani penggarap termurah sekalipun
Kebodohan-kebodohan ini terus berlangsung seiring dengan jatuhnya kawasan-kawasan migas yang potensial ke pihak-pihak asing. Contoh lain dan masih hangat ditelinga kita adalah blok cepu, kawasan ini memiliki cadangan minyak minimal 600 juta barel dan 2 triliun kaki kubik gas. Maka pada harga minyak 60 dolar per barel dan gas 3 dolar per MMBTU nilainya bisa mencapai sekitar 387 triliun rupiah. Lihat juga nilai kontrak penjualan LNG Tangguh ke Fujian China sebesar 2,6 juta ton per tahun dengan harga 3,35 dolar per MMBTU selama 25 tahun yang sesungguhnya merugikan bangsa ini sekitar 350 triliun rupiah. Belum lagi, kontrak bagi hasil Natuna Blok D-Alpha dengan porsi bagi hasil sebelum pajak 100% untuk exxon mobil dan 0 % untuk pemerintah, artinya pemerintah sama sekali tidak mempunyai hak atas hasil produksi gas secara fisik karena pemerintah hanya akan mendapatkan penerimaan dari pajak saja.
Bagaimana kondisi hutan diindonesia, kantor berita reuters menyebutkan bahwa 72 % hutan diindonesia telah musnah, sementara setengah dari sisanya terancam punah akibat pembalakan komersial, kebakaran hutan dan pengundulan untuk perkebunan sawit. Guinness Book Of Record pada tahun 2008 menobatkan indonesia sebagai negara yang memegang kejuaraan dunia pengundulan hutan, sementara Grenpeace menyatakan bahawa dalam kurun waktu 2000-2005 indonesia merupakan negara tercepat dalam mengunduli hutanya. Setiap jam, hutan seluas 300 kali lapangan sepakbola amblas untuk selama-lamanya.
Sungguh ini adalah sebuah kondisi yang sudah teramat parah bagi sebuah bangsa besar seperti indonesia, lalu kenapa pemerintah di negeri ini seolah tak berdaya dalam mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut dan kenapa undang-undang dan peraturan yang dibuat tidak mampu untuk mencegah dan menjaga harta kekayaan ibu pertiwi?. Malah justru sebaliknya beberapa undang-undang dan peraturan malah justru cenderung menjual negara. Misalnya Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang penanaman modal, serta Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2007, Bahkan kini ada sekitar 44 BUMN strategis yang akan dijual.
Akhirnya saya sebagai salah satu anak bangsa yang memiliki kepedulian atas kondisi yang terjadi di negeri ini, memiliki satu kesimpulan bahwa bangsa ini yang telah memproklamirkan kemerdekaanya 63 tahun yang lalu dan telah menyatakan kebangkitanya 1 abad yang lalu ternyata secara hakikat belum mampu meraih itu semua. Kemedekaan yang diraih 63 tahun yang lalu ternyata belum mampu menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang mapan dan mandiri, yang ada bangsa ini masih memiliki ketergantungan yang sangat tinggi kepada pihak asing. Artinya, secara tidak langsung bangsa ini masih terjajah dan terjarah sumber dayanya oleh pihak-pihak asing. Kebangkitan nasional yang diproklamirkan 1 abad yang lalu juga sama sekali tidak menunjukan indikasi bahwa bangsa ini akan bangkit dan beranjak dari keterpurukan, yang ada bangsa ini malah semakin terpuruk dalam segala bidang, baik itu ekonomi, sosial, budaya, politik, dll. Untuk itulah di penghujung tahun 2008 ini marilah kita segenap putra-putri bangsa ini untuk merefleksikan kondisi memilukan yang mendera bangsa ini dan beranjak dengan segenap potensi yang kita miliki untuk satu tujuan yakni menyelamatkan dan membangun indonesia menjadi bangsa yang mandiri, maju dan bermartabat.

Penulis Adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman Angkatan 2005
NB: Semua Data dalam tulisan ini diambil dari buku “Selamatkan Indonesia” Karya Amin Rais.

KRITIK SOSIAL UNTUK NEGERI PESAKITAN


ARMADA KRITIK SOSIAL
Kritik Dari Jalanan Untuk NegeriPesakitan
Oleh: Fahmi Fatkhurozi

Dari kejauhan terlihat sebuah kendaraan besar berwarna silver dengan garis biru yang terlihat sudah tidak terawat, dan seperti biasa saya menyambut kedatangan kendaraan tersebut dengan senyum dan tangan yang dilambaikan menendakan saya akan menaikinya, sang sopirpun memberhentikan kendaraanya tersebut tepat didepan saya, lalu saya segera bergegas menaiki kendaraan tersebut. Dan subhanallah, seketika saya terkejut melihat isi dari kendaraan tersebut, semuanya penuh sesak dengan manusia sampai-sampai buat gerak dan bernafas saja terasa begitu susah. Waduh saya harus duduk dimana nie, gerutu saya dalam hati. Namun, akhirnya dengan arahan dari kernet bus tersebut saya beranjak menuju ke bagian tengah dari kendaraan tersebut dan berdiri disitu karena memang saya sudah tidak kebagian kursi.
Huh.., sudah satu jam lebih saya berdiri sehingga kaki sayapun sudah mulai terasa capek apalagi ditambah udara yang begitu panas dan pengap membuat tubuh saya terasa lemas, sepintas saya melihat orang yang berada disamping saya, dia terlihat begitu menikmati tidur siangnya diatas kursi bus yang sedang melaju kencang, hmm dalam hati saya merasa iri sama dia, ingin rasanya merasakan apa yang dirasakan oleh orang yang berada disamping saya tersebut. Sepintas, saya juga melihat kebelakang, dan subhanallah dibelakang saya juga ternyata banyak orang-orang yang mengalami nasib seperti saya menikmati perjalanan dengan berdiri seharian ditengah bus yang panas dan pengap. Walaupun terasa begitu tersiksa namun, saya tetap menikmati perjalanan saya karena kalau susah dirasakan dengan susah ya tambah susah, jadi ya mendingan saya nikmatin saja biar susahnya tidak terlalu dibawa perasaan, dan lagian bus ini kan satu-satunya kendaraan yang paling setia mengantarkan saya dalam menuntut ilmu ke kota purwokerto, jadi ya saya sudah kadung falling in love sama bus tersebut.
Setelah satu jam lebih 20 menit’an, terdengar suara “tek-tek” yang menandakan ada penumpang yang akan turun dari bus tersebut, dan alhamdulillah ternyata penumpang yang akan turun itu adalah orang yang berada disamping saya, seketika saya langsung memasang kuda-kuda untuk segera menempati kursi yang ditinggal orang tersebut.., setelah orang tersebut beranjak dari kursinya saya langsung menduduki kursi tersebut, dengan perasaan yang gembira saya mulai memanjakan mata saya yang sudah menahan kantuk sekian lama dengan memejamkanya untuk merasakan seperti apa yang orang tadi rasakan.
Bumiayu-bumiayu habiz, tidur saya pun terbangun oleh suara teriakan dari kernet bus tersebut yang memberikan tanda bahwa penumpang yang tujuanya bumi ayu sudah habis dan harus turun. Namun, bukan hanya itu saja yang membuat tidur saya terbangun, antrian pedagang asongan yang mulai memasuki bus yang saya tunggangi juga semakin membuat suasana jadi semakin ramai seperti pasar, ada yang menjajakan tahu aci kecil-kecil khas bumi ayu, ada yang menawarkan kacang rebus, minuman ringan, rokok, koran, lontong, bahkan ada juga yang menawarkan mainan tradisional anak-anak yang sudah mulai tergusur zaman, pokoknya lengkap deh. Dengan seksama saya memperhatikan beberapa orang dari pedagang-pedagang tersebut, terlihat wajah yang begitu lelah dan penampilan yang begitu lusuh namun tetap dengan sorot mata yang penuh dengan harapan, berharap agar barang daganganya tersebut bisa terjual sehingga mereka bisa mendapatkan untung untuk menghidupi keluarganya. Masya Allah, terkadang saya berfikir dan bertanya dalam hati “dengan keuntungan berjualan tersebut apakah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, memberikan gizi yang cukup, menyekolahkan anak-anaknya, dan segala kebutuhan hidup lainya”, padahal yang mereka jual cuman tahu aci, kacang, rokok, yang kalau dipikir-pikir untungnya tidak seberapa bahkan mungkin sangat kurang untuk bisa memberikan kehidupan yang layak bagi keluarganya. Namun, mereka tidak memperdulikan itu, mungkin bagi mereka yang terpenting adalah menjaga agar asap dapur rumah mereka tetap mengepul, sehingga walaupun sedikit hasilnya setiap harinya mereka tetap beraktivitas menacri nafkah dari bus ke bus, berlari-lari ditengah teriknya sang mentari, dan menjajakan barang daganganya tersebut ditengah hiruk-pikuk aktivitas manusia didalam bus.
“Tarik….” seketika terdengar suara tersebut dari kernet bus yang ada dibelakang yang memberikan tanda bahwa bus akan segera berangkat kembali, para pedagang-pedagang asonganpun mulai turun dari bus yang saya tumpangi untuk mencari bus lain yang sedang berhenti. Huh.., suasanapun jadi terasa lebih tenang, namun tidak begitu lama munculah 2 orang dengan penampilan lusuh dan rambut gimbal ala bob marley, yang satu membawa gitar dan satunya lagi membawa gendang yang terbuat dari paralon yang ditutup dengan karet ban bekas. Mereka mulai menyapa kami dengan kata-kata khas anak jalanan, namun tertata begitu rapi dan kaya akan nilai seni dan sastra, pokoknya nggak kalah lah sama anak-anak teater di kampus saya, bahkan menurut saya kata-kata yang mereka sajikan lebih natural karena berangkat dari apa yang mereka alami sendiri. Setelah mereka selesai berceloteh, mulailah mereka memainkan alat musik yang mereka pegang, dengan penuh penghayatan mereka mulai menyanyikan lagu-lagu jalanan kepunyaanya iwan fals, lagu pertama yang mereka nyanyikan adalah “wakil rakyat”, suara gendang rakyat dan gitar butut mulai memanjakan telinga saya dan penumpang yang lain, lagu-lagu yang mereka nyanyikan pun terdengar begitu indah dan memiliki makna yang dalam karena memang kebanyakan dari lagu-lagu yang mereka nyanyikan tersebut adalah lagu yang bertemakan kritik sosial, dan karena yang menyanyikan lagu tersebut adalah anak-anak jalanan menjadikan lagu tersebut terasa lebih natural dan menggigit bagi yang dikritik. Setelah semua lagu selesai mereka nyanyikan, salah seorang dari mereka kembali berceloteh lewat sebuah puisi yang dibawakanya dengan penuh ekspresi dan intonasi kata-kata yang tegas dan kaya akan makna sambil berkeliling di bus meminta sejumlah uang dari kami sebagi balasan dari karya seni alam yang luar biasa yang mereka tunujukan. Setelah mereka selesai, saya dan penumpang yang lain kembali disuguhkan sebuah karya sastra jalanan yang lain, seorang berbadan tambun dengan topi ala kabayan yang dikenakanya mulai hadir ditengah-tengah kami, matanya mulai menunjukan ekspresi dan gerakan-gerakan tubuhnya juga negitu menghayati apa yang akan dia perankan, dan mulailah sang seniman jalanan berbadan tambun ini membawakan seni teater monolognya, dalam perananya dia berbicara tentang banyak hal, dari mulai kemiskinan, pembangunan yang tidak merata, pemerintah yang korup, ketidakadilan, dll yang semua itu disampaikan melalui balutan kata-kata sastra jalanan yang indah dan alami. Sungguh, saya dibuat tercengang oleh pertunjukan tersebut, bulu kutuk saya dibuat merinding, dan kepala serta hati saya dibuat tertunduk untuk meresapi pesan-pesan moral dan sosial yang disampaikan oleh para seniman jalanan tersebut. Subhanallah.., sebuah maha karya agung yang terlahir dari jalanan yang membuka mata saya untuk melihat lebih objektif lagi kondisi bangsa yang sedang dirundung banyak masalah ini.
Setelah semua pertunjukan karya seni jalanan tersebut selesai, saya sedikit bermain-main dengan imajinasi saya dan membayangkan “Coba saja yang duduk di bus ini adalah para pejabat-pejabat negara yang menjadi objek dari apa yang seniman-seniman jalanan tersebut sampaikan”, kira-kira apa yang terjadi yah?. He.he…, saya tertawa kecil membayangkan apa yang saya pikirkan tersebut. Namun, terlepas dari itu semua, marilah kita memaknai setiap realitas yang kita lihat, dengar dan rasakan sebagai suatu pelajaran berharga bagi diri kita untuk bisa melihat secara objektif realitas tersebut dan memberikan sebuah solusi dari permasalahan yang ada dalam realitas tersebut sesuai dengan kapasitas kita masing-masing.
Terima kasih ya Tuhan karena hari ini engkau telah memberikan banyak pelajaran kepada saya lewat realitas sosial yang dipertunjukan secara langsung di dalam armada bus ini, bisiku lrih sebagai ungkapan rasa syukur atas karunia tuhan tesebut sambil kembali menikmati perjalanan saya yang sudah hampir sampai di kota purwokerto.

Penulis Adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman Angkatan 2005.

Kritik Sosial Terhadap Pengembangan Investasi Di Kabupaten Banyumas


KOTA PESOLEK
Sebuah Kritik Sosial Terhadap Pengembangan Investasi Di Kabupaten Banyumas

Oleh: Fahmi Fatkhurozi

Alih-alih sang pemimpin yang menginginkan investasi sebagai pondasi dasar bagi pembangunan daerahnya, kini daerah yang terkenal dengan sebutan kota satria tersebut menjadi begitu genit dan ganjen. Setiap sudut dari daerah tersebut tidak ada yang luput dari make-up-make-up kapitalis yang membuat kota tersebut semakin kelihatan seksi dan molek bagi para investor. Alun-alun yang merupakan markas besar bagi sang pemimpin kini disulap menjadi sebuah alun-alun yang modern dengan dipasangi layar digital segede gaban, lapangan alun-alun yang tadinya terbelah menjadi duapun digabung menjadi satu, pohon beringin besar yang konon katanya memiliki nilai history bagi masyarakat kota tersebutpun tak luput menjadi korban dari sang penata rias, belum lagi pergantian rumput lapangan yang kata sang pemimpin memiliki kualitas nomor wahid sehingga rumput tersebut akan terasa lebih empuk daripada kasur-kasur anak kostn, tegasnya dalam sebuah acara seminar nasional di fakultas ekonomi unsoed, para pedagang kaki lima yang biasanya mangkal disitupun dipindah (bahasa alusnya “diusir”) ke daerah sebelah barat Telkom yang sepi dari kerumunan orang, karena dianggap merusak keindahan alun-alun. Belum selesai penataan alun-alun kota, kita beranjak ke kawasan terminal lama yang sekarang ini sedang disulap menjadi taman kota yang menurut sang pemimpin taman kota tersebut akan menjadi salah satu alternatif hiburan masyarakat yang murah meriah dan nyaman, apalagi kata sang ajudan pemimpin dalam acara ceramah enterpreneur di kampus FISIP Unsoed, rencananya ada sebgaian dari luas lahan terminal lama tersebut yang akan dipakai untuk para ukm-ukm yang ada di kota tersebut untuk menjajakan produk-produknya, sehingga akan semakin molek dan seksilah sang kota satria tersebut. Dari terminal lama kita beranjak ke kawasan kampus yang kaya akan potensi ekonomi, selain karena banyaknya masyarakat pendatang di kawasan tersebut yang cenderung konsumtif, jalur yang dilaluipun merupakan jalur wisata menuju kawasan wisata nomor wahid dikota tersebut, yakni baturaden. Karena besarnya potensi ekonomi yang ada di kawasan tersebut, maka sang perias kotapun segera melancarkan aksinya, tepat di depan kampus unsoed sekarang ini sedang di bangun sebuah pusat perbelanjaan dan pertokoan raksasa yang bernama “Purwokerto City Walk”, entah akan seperti apakah PCW itu saya sendiri belum tahu pasti, tapi yang jelas dari apa yang di presentasikan oleh pengelola pembangunan PCW tersebut dalam acara “behind the schene purwokerto city walk” di kampus FISIP Unsoed seakan menjanjikan begitu banyak keindahan, kemudahan dan fasilitas, pokoknya semuanya ada. Bahkan PKL-PKL yang sekarang ini bertebaran di daerah sekitar kampus unsoedpun akan digiring masuk ke areal PCW tersebut. Namun, yang menjadi permasalahan adalah aksesoris kapitalis yang bernama PCW tersebut berada di kawasan unsoed yang notabene adalah kawasan pendidikan, sehingga munculah berbagai reaksi dan protes dari berbagai elemen masyarakat ternmasuk oleh salah seorang dosen sosiologi dalam majalah solidaritas yang mengatakan bahwa pembangunan PCW akan menimbulkan segregasi sosial dimana orang mewah yang bukan penduduk asli tiba-tiba tinggal, akhirnya menciptakan kecemburuan masyarakat lokal yang hanya berpenghasilan sekitar 10.000/hari. Belum lagi dampak bagi dunia pendidikan itu sendiri, yang menurut sebagian mahasiswa akan membawa dampak perubahan sosial pula terhadap gaya hidup mahasiswa dari education culture menjadi hedon dan konsumtif culture. Terlepas dari semua kritik tersebut sang pemimpin tetap kekeh (teguh dengan pendirianya) untuk menyelesaikan proyek tersebut sehingga kawasan tersebut akan menjadi salah satu kawasan terseksi di kota tersebut yang akan menyedot investor dan wisatawan untuk berinvestasi dan berwisata, karena letaknya yang sangat strategis di areal kampus dan jalur wisata baturaden.
Mungkin setelah semua penataan kota tersebut rampung, giliran sang pemimpin yang beraksi untuk menjajakan sang kota yang seksi dan molek ini ke tangan-tangan investor swasta yang dengan penuh gairah dan nafsu menyambutnya sebagai ladang untuk berbisnis dan mendulang rupiah. Kini sang kota satria benar-benar telah menjadi kota pesolek yang menjanjikan sejuta kemudahan dan kebahagian bagi para investor, dan sang penguasapun dengan tangan terbuka akan memberikan sambutan yang hangat kepada setiap investor yang tergoda akan keseksian dan kemolekan sang kota pesolek ini. Entah apakah itu akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya atau tidak itu urusan belakangan, karena yang terpenting adalah sang kota pesolek telah laku di pasaran dan sang penguasapun tersenyum dengan renyahnya karena usahanya selama ini telah membuahkan hasil.


Penulis Adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman Angkatan 2005

Pelayanan Angkutan Umum Di Banyumas

ANGKUTAN TERNAK
Sebuah Kritik Terhadap Pelayanan Transportasi Di Kota Purwokerto

Oleh: Fahmi Fatkhurozi

Purwokerto bagi saya merupakan kota yang memiliki sejuta pesona, dari mulai budaya masyarakatnya yang beraneka ragam, kesenianya yang khas, makanan tradisionalnya, daerahnya yang berada di kawasan kaki gunung selamet sehingga menawarkan pesona keindahan alam yang begitu menakjubkan, sampai dengan gaya bahasa masyarakatnya yang dikenal dengan istilah “ngapak-ngapak” sehingga terkadang memunculkan tawa geli bagi orang yang baru mendengarnya. Namun, dari berbagai macam pesona yang ditampilkan dan ditawarkan oleh kota purwokerto ada sisi lain yang menurut saya lebih unik dari itu semua namun membuat sebagian orang merasa tidak nyaman. Sisi lain yang unik dan membuat tidak nyaman sebagaian orang tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah permasalahan angkutan umum, mungkin dari luar kita tidak melihat keunikan dan masalah tersebut namun ketika kita mulai memsuki angkutan tesebut maka akan nampaklah keunikan dan permasalahan tersebut, bukan karena bentuk atau model angkutanya atau juga bukan karena sopir atau kernetnya tapi karena begitu sesaknya isi dari angkutan tersebut, bayangkan saja angkutan umum dengan ukuran tak kurang dari 3 x 2 m harus diiisi dengan kurang lebih 20 orang, apalagi kalau pas musim mudik dimana bawaan dari sebagian banyak penumpang begitu banyak dan berat, maka semakin sempit dan sesaklah angkutan umum tersebut.
Bagi saya ini adalah permasalahan yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah daerah karena ini menyangkut kelancaran dan kenyamanan aktivitas masyarakat secara umum, sebagai mahasiswa jurusan ilmu administrasi negara yang banyak mengkaji dan mempelajari masalah pelayanan publik, maka kondisi seperti ini bisa dikatakan sebagai “bad public service” karena banyaknya keluhan dari para pengguna jasa angkutan umum tersebut. Secara teoritis pelayanan publik dikatakan berkualitas apabila penggunanya merasakan kepuasan dari pelayanan yang di berikan tersebut. Kepuasaan sendiri di definisikan oleh Day dalam Tse dan Wilton(dalam Tangkilisan, 2005:211) yang menyatakan bahwa kepuasan atau ketidak puasan pelanggan adalah respon pelanggan (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kerja yang lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Berdasarkan disconfirmation paradigm dari Oliver dalam Engle et al., ( dalam Tangkilisan, 2002:212). Kepuasan pelanggan sendiri mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Menurut Johns, kepuasan ditentukan oleh harapan dan persepsi konsumen. Dari berbagai pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan adalah respon yang diberikan pelanggan dengan membandingkan antara apa yang diharapkan dan persepsinya terhadap apa yang dirasakannya setelah mendapat pelayanan. Meskipun definisi tersebut menitik beratkan pada kepuasan atau ketidakpuasan, produk atau pelayanan namun pengertian tersebut juga dapat diterapkan dalam menilai kepuasan pelayanan publik.
Apa yang saya ungkapakan disini merupakan sebuah bentuk ketidakpuasan saya sebagai salah satu pengguna angkutan umum di kota purwokerto dan juga sebagai bentuk kepedulian saya dalam kerangka mewujudkan kualitas pelayanan publik yang prima, khususnya dalam hal jasa layanan angkutan umum sehingga nantinya orientasi dari pelayanan yang diberikan bukan hanya untuk kepentingan profit tapi juga kepuasan pelanggan/pengguna, atau secara sederhana anda puas saya juga puas.

Penulis Adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman Angkatan 2005

Kritik Terhadap Gerakan Mahasiswa


MAHASISWA TAK PERNAH BERSATU DAN SELALU DIKALAHKAN
Oleh: Fahmi Fatkhurozi

Salah satu JARGON yang selalu diteriakan mahasiswa saat turun kejalan adalah "mahasiswa bersatu tak bisa di kalahkan", secara filosofi saya tidak ada masalah dengan kata-kata tersebut karena makna yang terkandung dalam kalimat tersebut adalah memberikan suatu penjelasan bahwa mahasiswa akan menjadi suatu kekuatan yang luar biasa dan menakutkan bagi ketidakadilan dan kesewenang-wenangan apabila mahaiswa itu berada dalam satu barisan dan kekuatan yang padu.., dan saya saya sepakat pada titik itu. yang menjadi masalah bagi saya adalah kenyataan yang dipertontonkan yang seakan memberikan sesuatu hal yang bertolak belakang dari makna jargon tersebut. pengalaman saya di kampus dan di organisasi gerakan mahasiswa memberikan suatu kesimpulan bahwa ternyata "mahasiswa itu tidak pernah bersatu dan selalu di kalahkan".
hipotesis saya bukan hanya sebuah asumsi belaka, karena apa yang saya katakan berangkat dari pengalaman pribadi saya sebagai salah satu bagian dari sejarah gerakan mahasiswa dikampus saya. sebagai contoh, suatu ketika di kampus kami (UNSOED) sedang hangat-hangatnya isue tentang komersialisasi pendidikan terutama yang berkaitan dengan perubahan status UNSOED dari PTN menjadi BHP, dan isue tersebut mendapatkan respon yang cukup serius dari kawan-kawan mahasiswa di UNSOED, sehingga sampailah kita pada suatu kesepakatan untuk melakukan penyikapan atas permasalahan tersebut. suatu malam kita mengadakan rapat akbar yang mengundang seluruh element kampus baik itu organisasi intra kampus maupun organisasi ekstra, disitu kita membahas berbagai masalah yang terjadi dikampus kita terutama yang berkaitan dengan permasalahan komersialisasi pendidikan. pembahasan berlangsung sengit dan penuh dengan ketegangan satu sama lain, karena maklum yang hadir disitu memiliki latar belakang yang berbeda jadi butuh waktu yang lama untuk menyamakan persepsi antar masing-masing elemen yang hadir. namun, setelah tercapai suatu persamaan persepsi dari masing-masing pihak ada suatu kejadian yang menurut saya sangat tidak penting dan konyol yakni ada beberapa dari organisasi ekstra dikampus yang sangat getol untuk menganakan atribut Ormasnya pada saat aksi demonstrasi besok paginya, yang kemudian itu menimbulkan perdebatan sengit lagi dalam forum tersebut. saya melihat apa yang kemudian dilakukan oleh ormas-ormas tersebut merupkan suatu cerminan dari keinginan untuk mencari eksistensi publik, karena memang disitu terlihat bahwa masalah atribut menjadi sesuatu hal yang sangat esensial oleh para dedengkot ormas yang hadir disitu. dalam hati saya bertanya, sebenarnya esensi dari apa yang akan kita lakukan it apa sie?, nilai perjuanganya kah?, atau atributnya kah?, kalau memang atribut atau simbol itu telah menjadi esensi dari apa yang dilakukan oleh gerakan mahasiswa berarti esensi dari gerakan mahasiswa adalah eksistensi, dan apabila itu benar maka bukan merupakan sesuatu hal yang anaeh ketika perjuangan yang diusung oleh mahasiswa selalu berujung pada satu kata yakni "GAGAL".
apa yang menjadi cita-cita mahasiswa merupakan cerminan dari apa yang diinginkan oleh masyarakat, bukan cerminan dari apa yang ingin ditunjukan kepada masyarakat (cari perhatian masyarakat), sehingga gerakan yang di usungpun adalah gerakan sosial untuk melakukan perbaikan dan kebaikan untuk masyarakat, bangsa dan negara. ingat kawan, mahasiswa adalah sekelompok kecil dari masyarakat yang memiliki nilai plus sebagai harapan bangsa dan negaranya...., jadi sekali lagi perjuangan jangan hanya mengedapankan eksistensi tapi lebih kepada gerakan sosial untuk perubahan...
Mudah-mudahan jargon "mahasiswa bersatu tak bisa dikalahkan" akan bisa menjadi suatu kanyataan yang akan memberikan sedikit harapan bagi masyarakat yang memang sedang merindukan perubahan...

SIMON JADI PRESIDEN BEM FISIP


UNTUK TEMAN SEPERJUANGAN
Oleh: Fahmi Fatkhurozi

Ucapan selamat dan iringan doa saya sampaikan kepada saudaraku simon yang resmi menjadi presiden BEM FISIP terpilih pada tanggal 23 desember kemarin. bagi saya, kemenangan simon dalam pemira BEM FISIP kemarin merupakan sebuah sejarah tersendiri bagi kampus, hal itu dikarenakan simon merupakan sosok yang mewakili kaum independent yang tidak terikat keentingan-kepentingan ORMAS manapun yang mampu mendobrak kekakuan sejarah di kampus FISIP yang selalu dihegemoni oleh dua kekuatan politik yang selalu berseteru, yakni kekuatan politik depan dan belakang. kemenangan simon seakan memberikan warna dan sentuhan baru bagi dinamika politik kampus yang monoton dan tidak produktif. mudah-mudahan era baru pemerintahan mahasiswa yang independent dan bermanfaat untuk semua yang dijanjikan oleh simon tidak hanya berhenti pada tataran kata-kata dan wacana, tapi lebih dari itu masyarakat kampus menantikan realisasi dari janji tersebut.
terakhir saya ucapakan selamat berjuang kawan, tetaplah menjadi pribadi yang bersahaja dan rendah hati. jadikan amanah sebagai Presiden BEM FISIP ini sebagai sarana untuk menjadi manusia yang kaya manfaat untuk semua....

HIDUP MAHASISWA....

POTRET KELAM DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA

POTRET KELAM DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA
Oleh: Fahmi Fatkhurozi

”Saya ingin cucu saya pintar, karenanya saya larang ia sekolah”
(Margaret Mead)
”Orang miskin dilarang sekolah”(Eko prasetyo)

I
Dua pernyataan diatas saya kira dapat mewakili secara sungguh-sungguh dan jujur realitas dunia pendidikan kita saat ini. Membangun karakter manusia seutuhnya yang merupakan tujuan dari pendidikan nasional seakan hanya menjadi sebuah rumusan tertulis tanpa ada sebuah komitmen untuk kemudian merealisasikanya dengan membuat sebuah sistem pendidikan yang dapat mewujudkan tujuan tersebut. Pendidikan kita masih diragukan kemampuanya untuk mencerdaskan orang dan membangun karakter manusia seutuhnya serta mampu melepaskan belenggu masyarakat dari kemiskinan. Disisi lain, kaum miskin memang menjadi kaum terlarang untuk memasuki kawasan pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Yang ada pendidikan hanya didesign dan hanya dapat diakses oleh kelas atas saja sedangkan kelas bawah tetap dalam ketertindasanya (ketidakadilan). Dari permasalahan tersebut tampak terang, kebijakan-kebijakan pendidikan yang direkayasa oleh para pemodal dan penguasa ini menjadi cermin betapa buruknya negara ini dalam mengelola pendidikan, dan betapa tidak warasnya pengelola ini memperlakukan masyarakat miskin.
II
EDUCATION FOR ALL;Amanah Konstitusi Yang Harus Diimplementasikan Pemerintah
Pendidikan adalah hak setiap warga negara. Penggambaran inilah yang setidaknya tertuang dalam pembukaan UUD 1945 Pasal 31. kewajiban pemerintah untuk mengusahakan sebuah pendidikan nasional, menjadi parameter dasar dalam membangun kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia seutuhnya. Maka tidak heran, jika beberapa waktu belakangan ini, masalah pendidikan menjadi sorotan utama dalam permasalahan negara kita. Jika disimak lagi dalam pembukaan UUD 1945, pemerintah memiliki kewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa . pada konteks inilah yang pada akhirnya menjadi akar permasalahan tentang kewajiban yang harus dilaksanakan negara terhadap rakyatnya dibidang penyelenggaraan pendidikan. Dari berbagai sudut pandang, ketidakmampuan pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan menjadi sebuah pertanyaan besar, karena pada dasarnya dalam pasal 31 ayat 2 ada sebuah jaminan akan pendidikan yang sifatnya gratis bagi setiap warga negara.
Selanjutnya dalam UU sisdiknas No. 20/2003 pasal 11 ayat 1 dan pasal 46 memperkuat bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Layanan pemerintah terutama untuk pendidikan dasar secara lebih jelas ditegaskan dalam pasal 34 ayat 2 dimana pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya.
Maka apabila pemerintah dan pemerintah daerah memiliki paradigma dan visi yang benar tentang peran dan tanggung jawabnya terhadap penyelenggaraan pendidikan, kebijakan pendidikan gratis akan menjadi sesuatu yang wajar, atau bahkan sebuah keharusan. Kebijakan pendidikan gratis harus dipandang secara positif sebagai upaya nyata mematuhi tuntutan konstitusi dan menjalankan amanat undang-undang. Gagasan pendidikan gratis menjadi mungkin dan rasional untuk dilaksanakan karena didukung oleh ketentuan anggaran pendidikan 20% dari APBN dan APBD serta pemberlakuan undang-undang nomor 32/2004 tentang otonomi daerah. Memang pada tahapan sekarang ini konstitusi menetapkan pembebasan biaya hanya pada pendidikan dasar, tetapi jiwa dan semangat perundang-undangan tersebut sejatinya menuntun kepada pembebasan biaya sekolah menyeluruh dari TK sampai Perguruan Tinggi.

III
EDUCATION FOR ALL ; Sebuah Harapan, Khayalan, Atau Keharusan
Ketentuan wajib belajar sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1984. tetapi karena tidak diikuti oleh kebijakan yang membebaskan biaya, maka dampaknya belum menggembirakan. Menurut data hasil susenas 2003, wajib belajar hanya berhasil 35,5%, selebihnya 64,5% gagal. Dari 42 juta usia sekolah (7-18 tahun) pada tahun 2003, pendduduk yang berpendidikan SD kebawah mencapai 64,5%, sementara 35,5% dapat menyelesaikan SMPnya, tetapi hanya 16,8% dari yang menamatkan SMP dapat melanjutkan ke SMA, lalu berapa persen dari yang menamatkan SMA dapat melanjutkan ke Perguruan Tinggi?, yang pasti prosentasenya jauh lebih rendah. Maknanya dalam usia lebih kurang 60 tahun merdeka, mobilitas sosial bangsa ini berjalan merayap, anak petani, anak buruh dan tukang, anak nelayan sebagian besar tidak bisa mengubah nasibnya, mereka tetap terkungukung dan terbelenggu kebodohan dan kemiskinan.
Menurut Prof. Beeby (1975) sebab terbesar anak tidak bersekolah adalah kemiskinan, budaya orang tua, dan sekolah yang tidak menyenangkan. Data susenas tahun 2003 membuktikan pernyataan ini, bahwa alasan utama anak tidak sekolah karena ketiadaan biaya 67% dan 8,7% karena membantu orang tua mencari nafkah. Dengan demikian jelas sekali bahwa alasan dominan anak tidak sekolah adalah ekonomi (75,7%). Ekspresi kemiskinan dalam konteks pembiayaan pendidikan adalah kesulitan masyarakat membayar berbagai iuran dari mulai uang pangkal, SPP sampai dengan pungutan-pungutan yang tidak jelas yang ditarik secara mandiri oleh lembaga pendidikan. Dan saya kira pendidikan gratis adalah sebuah keniscayaan yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Dampak nyata dari pendidikan gratis adalah meningkatnya angka partisipasi sekolah (APS). Untuk memperkuat keyakinan kita tentang efektifitas penggratisan biaya pendidikan dalam hubunganya dengan peningkatan partisipasi sekolah , dapat dilihat dari hasil riset BAPPENAS dipenghujung tahun 2006 lalu tentang pembiayaan pendidikan. Riset tersebut menyimpulkan bahwa semakin banyak proporsi anak SD/MI dan SMP/MTs yang dibebaskan iuran sekolahnya disuatu provinsi, semakin tinggi partisipasi pendidikan pada jenjang tersebut. Oleh karena itu dalam salah satu rekomendasinya Bappenas menekankan agar pemerintah berupaya menyediakan layanan pendidikan yang bebas biaya sehingga memberi peluang bagi anak-anak dari keluarga miskin.
Fenomena dan bukti-bukti empirik diatas dapat disimpulkan bahwa selain angka partisipasi sekolah meningkat, dengan penerapan pendidikan gratis angka drop out dan angka tidak melanjutkan akan menurun, serta angka rata-rata lama sekolah akan meningkat . ini semua karena tingkat kemudahan masyarakat mengakses pendidikan menjadi semakin luas dan merata, tanpa membedakan golongan ekonomi. Fakta ini merupakan kenyataan tak terbantahkan bahwa kebijakan pendidikan gratis telah benar-benar menyentuh kebutuhan dasar masyarakat dan dalam jangka waktu tertentu akan berimplikasi secara signifikan pada peningkatan kualitas hidup dan perekonomian rakyat.

IV
BELAJAR DARI PENGALAMAN NEGERI PAMAN SAM; Memaknai Pendidikan Sebagai Faktor Sentral Peradaban Suatu Bangsa
Akhir tahun 1957, rusia meluncurkan pesawat sputnik. Amerika serikat terkejut dan merasa ketinggalan zaman. Politisi AS serta-merta menuding pendidikan sebagai biang keladi ketertinggalan AS dari Rusia. Presiden John F Kenedy menanggapi serius “rendahnya mutu” pendidikan saat itu dan mencanangkan program peningkatan mutu pendidikan. Hasilnya, tahun 1969, Neil amstrong mendaratkan Apollo dibulan.
Inilah yang kemudian disebut efek sputnik, keterkejutan atas ketertinggalan yang membawa pada kesadaran perlunya sebuah perubahan. Bangsa kita sebenarnya sudah sering dikejutkan berbagai lembaga internasional yang memberi penilaian yang tidak enak didengar. Salah satunya penilaian tentang rendahnya mutu SDM Indonesia yang menempatkan Indonesia diposisi amat rendah dan harusnya dari hal tersebut para elite kita bisa sadar bahwa pendidikan adalah factor sentral untuk membangun bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan bermartabat, karena memang Permasalahan pendidikan diindonesia akan menemukan titik temu apabila pemerintah kita menyadari dengan penuh kejujuran dan komitmen bahwa pendidikan merupakan modal utama untuk membangun bangsa ini menuju bangsa yang berkualitas.

Penulis Adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Angkatan 2005

Efek Sputnik

Efek Sputnik Bagi Dunia Pendidikan Di Amerika
Oleh: Fahmi Fatkhurozi
Akhir tahun 1957, rusia meluncurkan pesawat sputnik. Amerika serikat terkejut dan merasa ketinggalan zaman. Politisi AS serta-merta menuding pendidikan sebagai biang keladi ketertinggalan AS dari Rusia. Presiden John F Kenedy menanggapi serius “rendahnya mutu” pendidikan saat itu dan mencanangkan program peningkatan mutu pendidikan. Hasilnya, tahun 1969, Neil amstrong mendaratkan Apollo dibulan.
Inilah yang kemudian disebut efek sputnik, keterkejutan atas ketertinggalan yang membawa pada kesadaran perlunya sebuah perubahan. Bangsa kita sebenarnya sudah sering dikejutkan berbagai lembaga internasional yang memberi penilaian yang tidak enak didengar. Salah satunya penilaian tentang rendahnya mutu SDM Indonesia yang menempatkan Indonesia diposisi amat rendah dan harusnya dari hal tersebut para elite kita bisa sadar bahwa pendidikan adalah factor sentral untuk membangun bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan bermartabat, karena memang Permasalahan pendidikan diindonesia akan menemukan titik temu apabila pemerintah kita menyadari dengan penuh kejujuran dan komitmen bahwa pendidikan merupakan modal utama untuk membangun bangsa ini menuju bangsa yang berkualitas.

Kejahatan Intelektual

KEJAHATAN INTELEKTUAL
Oleh: Fahmi Fatkhurozi

Secara filosofi makna dari ‘hidup’ adalah ‘perubahan’, setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari, setiap bulan, setiap tahun kehidupan manusia selalu mengalami perubahan. Berubah dari masa kanank-kanak menjadi masa remaja, berubah dari masa remaja menjadi masa dewasa, berubah dari masa dewasa menjadi masa tua, sampai akhirnya dinamika kehidupan tersebut harus terhenti oleh kematian. Filosofi tersebut memberikan arti bahwa kehidupan manusia haruslah selalu dievaluasi bukan hanya sekedar untuk dijalankan, karena kehidupan yang tidak pernah dievaluasi tidak layak untuk dihidupi (sacorates). Proses mengevaluasi kehidupan merupakan karakter sejati dari seorang intelektual, karena seorang intelektual adalah mereka yang memiliki kepekaan dalam memaknai sebuah realitas, mereka yang memiliki mata untuk melihat realitas, mereka yang memiliki telinga untuk mendengar realitas, mereka yang memiliki hati untuk merasakan realitas dan mereka yang memiliki akal untuk memberikan solusi atas realitas yang menurut mereka bermasalah, karena menurut gramsci realitas adalah sesuatu hal yang perlu dicurigai dan karakter seorang intelektual adalah pribadi yang berpihak terhadap kaum yang tertindas (Baca: Intelektual Progresif).
Namun, sayangnya dinegeri ini ada semacam kesalahan pemaknaan dari makna sebuah intelektualitas oleh kebayakan intelektual sehingga yang terjadi adalah munculnya inteletual-intelektual yang buta akan realitas, tuli akan realitas dan keras hatinya. Entah apa yang kemudian menyebabkan permasalahan ini, tapi yang jelas ini sangat berkaitan erat dengan mental individu dan juga sistem pendidikan di negeri ini yang membentuk mental tersebut. Eko prasetyo mengatakan, bahwa pendidikan dinegeri ini dan juga dinegeri-negeri yang lain dibumi ini kerapkali melahirkan orang-orang pintar tapi tak ada nyali. Itulah yang kemudian mengantarkan para intelektual menjadi budak kekuasaan dan kekuatan modal. Keduanya memiliki kemiripan membuat penindasan jadi terasa berbau ilmiah.
Kondisi seperti ini jelas akan menjadi sebuah petaka besar bagi negeri ini, karena kedepan yang akan menjadi pelaku kejahatan di negeri ini bukan lagi orang-orang bodoh yang tidak berpendidikan namun orang-orang pintar yang berpendidikan tinggi. Bisa dipastikan skala kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang seperti ini juga akan semakin besar. Kalau orang-orang miskin yang tidak berpendidikan yang melakukan kejahatan pihak yang dirugikan dari kejahatan yang dilakukan tersebut paling-paling hanya satu dua orang, namun ketika orang-orang pintar yang berpendidikan yang melakukan kejahatan maka bukan lagi satu, dua, atau tiga orang yang dirugikan namun seluruh rakyat indonesia yang berjumlah kurang lebih 200 juta jiwa bisa terkena dampaknya.
Keterpurukan dan berbagai realitas memilukan yang terjadi di negeri ini setidaknya bisa memberikan suatu gambaran bahwa telah terjadi pengkhianatan seorang intelektual terhadap makna dari intelektualitas itu sendiri. Kasus lumpur lapindo sidoharjo oleh BAKRIE GROUP yang menenggelamkan kota sidoharjo, merusak lahan pertanian petani, merusak fasilitas-fasilitas pendidikan, menghancurkan rumah-rumah warga, dan mematikan denyut nadi perekonomian didaerah tersebut, berusaha untuk di tutupi dengan alasan bahwa itu adalah tragedi bencana alam bukan dari kesalahan manusia, padahal jelas-jelas bencana tersebut adalah kesalahan yang dilakukan oleh manusia akibat kesalahan dalam pengeboran. Kasus pencemaran lingkungan karena limbah yang mengandung kadar mercury tinggi oleh PT NEWMONT Minahasa yang mengakibatkan penyakit minamata pada masyarakat juga berusaha ditutup-tutupi dengan dalih bahwa yang mencemari perairan teluk buyat bukanlah PT NEWMONT, namun itu lebih disebabkan oleh masyarakat yang melakukan penambangan emas liar di daerah teluk buyat dengan menggunakan zat mercury dengan kadar yang tinggi. Di papua juga telah terjadi eksploitasi besar-besaran barang tambang tembaga dan emas oleh PT FREPORT yang mengakibatkan kerusakan alam papua yang begitu dahsyat namun tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Selain contoh-contoh diatas, tentunya masih banyak contoh-contoh lain kejahatan intelektual yang terjadi di negeri ini.
Begitu banyak kejahatan-kejahatan ilmiah yang dilakukan oleh para intelektual yang telah diperbudak oleh kekuasaan dan kekuatan modal, mereka (para intelektual) telah melacurkan dirinya untuk kekuasaan dan kekuatan modal serta mengabaikan makna dari intelektualitas yang mereka miliki. Saya yakin, sebenarnya mereka sangat memahami bahwa apa yang sebenarnya mereka lakukan selama ini adalah sebuah kesalahan dan mengingkari hati nuraninya sebagai seorang manusia apalgi sebagai seorang manusia yang terdidik. Namun, karena harta yang terlalu menggiurkan dan menjanjikan serta kekuasaan yang terlalu seksi maka mata, telinga, dan hati nurani mereka menjadi tertutup dan seakan tidak melihat, mendengar dan merasakan jeritan rakyat yang tertindas karena ulahnya tersebut.
Mungkin disini saya hanya ingin menyampaikan kepada orang-orang pintar dan cerdas yang belum beradab dan beretika untuk bisa memaknai makna dari intelektulitas yang mereka miliki. Makna dari intelektualitas dapat kita lihat secara jelas dari apa yang telah ditunjukan oleh beberapa tokoh intelektual terdahulu seperti Antonio Gramsci, Ali Syariati, Che Geuvara, Sayid Quthb, dan Lisa Luxemburg yang selalu bersama dan berpihak terhadap orang-orang yang tertindas. Mereka berusaha membangkitkan kembali spirit pergerakan dalam diri seorang intelektual. Mereka tidak sekedar melakukan analisa tetapi terlibat dalam gerakan perlawanan. Ujung dari kehidupan mereka adalah kematian yang tragis. Batas dari pengorbanan mereka adalah membuat poisi intelektual tidak lagi berjarak dengan penderitaan rakyat (Baca: Intelektual Progresif). Dan sekarang bangsa ini membutuhkan tangan intelektual untuk membasuh penderitaan rakyat dengan perlawanan. Dan mudah-mudahan kita akan menjadi bagian dari apa yang dibutuhkan oleh bangsa ini. Amin…


Penulis Adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Jenderal Soedirman Angkatan 2005.

Krisis Kepemimpinan Bangsa

IMAJINASI UNTUK NEGERI
Andaikan ada sosok pemimpin seperti umar bin abdul aziz di negeri ini??
Oleh: Fahmi Fatkhurozi

Pemilu 2009 sudah di depan mata, namun sampai detik ini belum ada sosok calon pemimpin yang muncul sebagai harapan baru untuk melepaskan indonesia dari keterpurukan dan membangun indonesia menuju bangsa yang maju dan bermartabat. Pemilu 2009 hanya akan menjadi ajang reuni bagi tokoh-tokoh lama yang sudah teruji kegagalanya untuk kembali muncul menebar janji-janji yang pernah mereka ingkari sebelumnya. Mungkin benar apa yang dikatakan oleh beberapa kawan dikampus saya bahwa indonesia sekarang ini sedang mengalami krisis kepemimpinan, banyak orang yang memiliki obsesi untuk menjadi pemimpin di negeri ini, namun dari sederetan orang-orang tersebut belum ada yang memberikan sebuah keyakinan kepada rakyat melalui sikap dan perbuatanya yang riil., yang ada mereka hanya menebar pesona dan janji-janji palsu sebagai komoditas politik belaka.
Berbicara masalah kepemimpinan, kiranya tokoh-tokoh bangsa yang memiliki obsesi menjadi pemimpin di negeri ini perlu belajar, memahami, dan mentauladani falsafah hidup dari seorang pemipin peradaban islam setelah era khulafaurrasyidin, beliau adalah khalifah umar bin abdul aziz. Sebelum diangkat menjadi seorang kholifah, umar bin abdul aziz adalah seorang pembesar yang kaya raya dengan gaya hidupnya yang glamour dan penampilan yang high profile, namun beliau mengambil suatu keputusan yang menakjubkan setelah beliau diangkat menjadi seorang kholifah, beliau meninggalkan segala bentuk kemewahan dan beralih menjalani hidupnya dengan penuh kesederhanaan. Penampilanyapun berubah menjadi sangat bersahaja. Bukan hanya itu, beliau juga meminta keluarganya untuk mengikuti jejaknya. Beliau, bahkan meminta kepada istrinya menyerahkan perhiasanya kepada baitul mal. Untunglah, beliau memiliki istri yang sangat sholihah. Sehingga mendengar ajakan dari suaminya tersebut menjawab dengan sangat bijaksana “saya memilih kamu daripada mutiara ini, bahkan jika lebih dari itupun saya tetap memilih kamu”.
Hari-hari berikutnya merupakan lembaran baru yang sangat berberda dengan lembaran kehidupan yang dijalani oleh umar bin abdul aziz sebelumnya. Namun kholifah umar bin abdul aziz tetap konsisten dengan keputusan yang diambilnya. Kesahajaan dalam berbagai hal adalah lembaran baru hidupnya.
Apa yang dilakukan oleh seorang umar bin abdul aziz merupakan sebuah kesadaran dan rasa tanggung jawab yang besar kepada bangsa dan agamanya yang ditunjukan melalui sikap dan akhlaknya yang agung. Beliau merasa bahwa tanggung jawab yang dipikulnya begitu berat dan rawan godaan, karena memang negara yang dipimpinya adalah negara adidaya yang luas wilayahnya dua belas kali luas daratan indonesia, dimana didalamnya hidup ratusan suku dengan karakter dan corak hidupnya yang beraneka ragam. Dengan kesadaran tersebut beliau mengambil keputusan untuk menyingkirkan segala kemungkinan yang dapat menggoyahkan prinsip dan keyakinanya tersebut, dan salah satu keputusan yang beliau ambil adalah dengan meninggalkan gaya hidupnya yang glamour dan high profit dan menggantinya dengan gaya hidup yang sederhana dan bersahaja.
Umar bin abdul aziz sangat memahami tugasnya sebagai pemimpin daulah islam memang sangat berat sehingga beliau sama sekali tidak memaknai jabatanya tersebut sebagai sebuah kekuasaan, namun sebagai sebuah amanah Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan di hari akhir. “wahai fatimah, sesungguhnya saya memikul beban ummat muhammad dari yang hitam sampai yang merah. Dan saya memikirkan persolan orang-orang fakir dan kelaparan, orang-orang sakit dan sia-sia, orang-orang yang tidak sanggup berpakaian dan orang yang tersisihkan, yang teraniaya dan terintimidasi, yang terasing dan yang ditawan, yang tua dan yang jompo, yang memiliki banyak kerabat namun hartanya sedikit, dan orang-orang yang serupa dengan itu diseluruh pelosok negeri. Saya sadar dan tahu bahwa Tuhan ku akan menanyakan kelak di hari akhir. Saya takut tidak punya alasan buat Tuhanku”. Itulah yang beliau katakan kepada istrinya sebagai bentuk kesadaran akan tugasnya yang begitu berat. Maka saat ia diangkat sebagai kholifah (kepala negara) yang beliau ucapkan adalah inna lillahi wa inna ilaihi rojiun.
Dan apa yang dilakukan oleh umar bin abdul aziz tersebut ternyata membuahkan hasil yang positif bagi bangsa dan negara yang beliau pimpin. Wilayah islam pada saat itu menjadi sebuah wilayah yang dikenal sangat makmur. Bahkan dikisahkan ketika dicari orang yang mau menerima zakat ternayata tidak ada yang mau menerimanya karena rakyatnya sudah hidup berkecukupan. Wilayah islam pada saat itu juga diliputi ketentraman karena berbagai tindak pidana dan kejahatan berhasil diberantas. Seorang gubernur mosul pada saat itu yang bernama Yahya al-Ghosani menceritakan, “tatkala saya melakukan apa yang beliau (kholifah) perintahkan, ternyata saya mendapatkan mosul mejadi satu wilayah yang paling sedikit pencurian dan kejahatanya.
Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang seperti itu untuk perubahan, sosok pemimpin yang menjadi tauladan dengan sikap dan akhlaknya, sosok pemimpin yang sederhana dan bersahaja, sosok pemimpin yang mengutamakan rakyatnya daripada dirinya sendiri, sosok pemimpin yang benar-benar memaknai posisinya tersebut sebagai amanah Tuhan bukan sebagai sebuah kekuasaan. Saya berharap mudah-mudahan Pemilu 2009 kelak akan menjadi sebuah momentum untuk melahirkan pemimpin seperti umar bin abdul aziz yang akan membangun bangsa ini menjadi bangsa yang maju, sejahtera dan bermartabat. Amin…

Penulis adalah mahasiswa jurusan ilmu administrasi negara fakultas ilmu sosial dan ilmu politik universitas jenderal soedirman angkatan 2005

Membangun Peradaban Dengan Ilmu



Bekali diri dengan ilmu agar kita bisa mengarungi kehidupan ini degan penuh kepercayaan diri, karena sesungguhnya manusia yang percaya diri dalam mengarungi hidup adalah manusia yang berilmu
(Fahmi Fatkhurozi)

Peradaban manusia dibangun bukan dari sebuah kebetulan, namun dibangun dari keajaiban dan keagungan dari ilmu yang dikaruniakan Tuhan kepada manusia. manusia yang berilmu akan memiliki kemampuan untuk menata dan membentuk sebuah tatanan peradaban dunia yang baru berdasarkan akal dan pemikiranya.
sejarah telah memberikan suatu gambaran yang jelas betapa ilmu telah menjadi landasan/dasar dari setiap peradaban yang dibangun oleh manusia. awal dari peradaban islam dimulai dengan tradisi keilmuan yang sangat kuat, hal itu terlihat dari wahyu yang pertama kali diturunkan oleh Allah yakni surat Al-alaq yang menyeru kepada Muhammad dan ummat manusia untuk "iqro" (bacalah), hal ini mengisyaratkan bahwa peradaban islam harus dibangun dengan kekuatan ilmu agar manusia memahami dulu ajaran islam dengan akal yang dimiliki baru bermuamalah. peradaban kapitalis orang-orang eropa dan amerika juga dibangun berdasarkan tradisi keilmuan yang kuat melalui pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh kapitalis seperti adam smith, karl marx, dll, peradaban komunis di negara china dan uni soviet juga dibangun dari gagasan dan pemikiran yang cemerlang seorang lenin dan tokoh-tokoh komunis yang lain. ini artinya setiap peradaban-peradaban tersebut selalu berawal dari gagasan dan pemikiran cemerlang dari makhluk yang bernama manusia yang dikaruniai akal untuk berfikir dan menganalisa setiap kejadian yang terjadi di permukaan bumi. dan sekali lagi hanya orang-orang yang berilmu sajalah yang akan mampu membangun peradaban manusia di bumi Tuhan yang maha perkasa ini.

Penulis adalah mahasiswa jurusan ilmu administrasi negara fakultas ilmu sosial dan ilmu politik universitas jenderal soedirman angkatan 2005

Revitalisasi Pendidikan

REVITALISASI PENDIDIKAN
Sebuah Solusi Menuju Pendidikan Yang Demokratis
Oleh Fahmi Fatkhurozi

Globalisasi menjadi sebuah keniscayaan bagi semua negara di dunia ini, tidak terkecuali Indonesia. Dengan munculnya globalisasi sangat memungkinkan terjadinya interaksi berbagai paham, budaya, dan nilai-nilai yang berbeda antar negara. Interaksi tersebut juga memungkinkan terjadinya akulturasi budaya bahkan bisa juga terjadi proses asimilasi, hal ini tentu saja akan memberikan suatu kebingungan dan kegalauan bagi suatu bangsa dan negara yang tidak memiliki jati diri yang kuat sebagai sebuah bangsa dan negara, seperti indonesia. Globalisasi bisa menyeret bangsa ini kepada krisis kepercayaan diri yang pada akhirnya akan melenyapkan karakter bangsa dan negara ini.
Salah satu bentuk kegalauan bangsa ini adalah dalam hal menentukan arah kebijakan pendidikanya, dimana pendidikan di negeri ini telah terjebak dalam suatu system kapitalisme global yang menyebabkan pendidikan menjadi sebuah komoditas yang diperjualbelikan. Tentu saja hal ini merupakan sesuatu hal yang sangat memilukan bagi dunia pendidikan di negeri ini, karena dengan privatisasi pendidikan ada semacam pengkebiran terhadap hakekat dan makna dari pendidikan itu sendiri. Pendidikan tidak lagi di pandang sebagai suatu instrument dalam proses pembebasan seseorang dari kebodohan, kemiskinan, kekerdilan, dan keterbelakangan, melainkan pendidikan hanya dipandang sebagai sebuah pensuplai tenaga kerja siap pakai yang dibutuhkan oleh pasar kapitalis/pabrikasi pendidikan. Praktek-praktek dehumanisasi juga menjadi bagian dari proses pendidikan yang seperti ini, karena manusia tidak dianggap sebagai seorang manusia, melainkan sebagai sebuah mesin yang diciptakan dan dipersiapkan untuk kebutuhan dunia industri.
Privatisasi pendidikan juga menyebabkan melonjaknya biaya pendidikan, karena pendidikan tidak lagi dipandang sebagai barang public melainkan barang privat, yang artinya ada sebuah pelepasan tanggung jawab dari pemerintah terhadap pendidikan sehingga pendidikan menjadi barang yang mahal untuk di peroleh masyarakat.
Melonjaknya biaya pendidikan tentu saja akan berdampak pada tertutupnya akses masyarakat miskin terhadap pendidikan, karena pendidikan hanya akan bisa dinikmati oleh orang-orang yang berduit dan berkantong tebal, sementara masyarakat miskin tetap dalam kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan kekerdilanya karena pendidikan yang merupakan sebuah harapan untuk bisa merubah nasib dalam mengangkat harkat dan martabatnya sebagai seorang manusia seakan hanya menjadi sebuah mimipi yang tidak akan pernah bisa terwujud.
Telah tercermin dari apa yang saya ungkpakan diawal bahwa ada sebuah pengkerdilan hakekat dan makna pendidikan dari kebijakan sistem pendidikan dinegeri ini. Maka hal yang yang kemudian perlu dilakukan adalah mengembalikan pendidikan kepada makna yang sesungguhnya atau dengan kata lain kita perlu melakukan revitalisasi pendidikan di negeri ini.
Revitalisasi pendidikan merupakan salah satu solusi agar pendidikan bisa menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana mestinya. Pendidikan bukan lagi dianggap sebagai komoditas pasar yang diperjualbelikan melainkan sebagai hak dasar yang harus dipenuhi oleh Negara sesuai amanah konstitusi, sehingga semua lapisan masyarakat dapat mengaksesnya tanpa adanya diskriminasi secara ekonomi. Selain itu pendidikan juga tidak lagi dianggap sebagai sebuah mesin produksi sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan pasar, melainkan sebagai sebuah instrument pembebasan bagi masyarakat untuk memperbaiki kulitas hidupnya, mengangkat harkat dan martabatnya sebagai seorang manusia yang utuh.
Pemaknaan yang benar terhadap pendidikan akan melahirkan suatu sistem pendidikan yang demokratis dan humanis. Dan itulah yang sebenarnya harus dilakukan oleh pemerintah di negeri ini agar kelak tidak ada lagi anak-anak bangsa di negeri ini yang tidak sekolah dan hidup dalam kemiskinan dan kebodohan. Terakhir saya sebagai salah satu anak bangsa ingin menyerukan “mari kita bersama selamatkan pendidikan di Indonesia”….

Penulis Adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman Angkatan 2005.

Revitalisasi Indonesia

REVITALISASI INDONESIA
Mengharapkan Kemerdekaan Yang Sesungguhnya
Oleh: Fahmi Fatkhurozi

Globalisasi menjadi sebuah keniscayaan bagi semua negara di dunia ini, tidak terkecuali Indonesia. Dengan munculnya globalisasi sangat memungkinkan terjadinya interaksi berbagai paham, budaya, dan nilai-nilai yang berbeda antar negara. Interaksi tersebut juga memungkinkan terjadinya akulturasi budaya bahkan bisa jadi terjadi pula asimilasi, hal ini tentu saja akan memberikan suatu kebingungan dan kegalauan bagi suatu bangsa dan negara yang tidak memiliki jati diri yang kuat sebagai sebuah bangsa dan negara, seperti indonesia. Globalisasi bisa menyeret bangsa ini kepada krisis kepercayaan diri yang pada akhirnya akan melenyapkan karakter bangsa dan negara ini.
Krisis kepercayaan diri bangsa Indonesia dapat kita lihat dari banyak hal, seperti kebijakan ekonomi bangsa ini yang lebih menganut kepada sistem ekonomi kapitalis dari pada ekonomi yang berbasis kerakyatan/koperasi yang pada akhirnya memunculkan banyaknya privatisasi/penjualan aset-aset negara kepada pihak asing, di bidang tekhnologi Indonesia belum mampu untuk menciptakan suatu tekhnologi yang mutakhir secara mandiri, dibidang pertahanan kemanan Indonesia masih mengimpor peralatan persenjataanya dari luar, dibidang pertanian Indonesia yang tadinya adalah negara pengekspor hasil-hasil pertanian sekarang malah justru kebalikanya menjadi negara pengimpor, dibidang politik Indonesia masih sangat terbelenggu oleh berbagai intervensi politik dari Negara-negara luar, di bidang pendidikan Indonesia malah justru terjebak dalam arus kapitalisasi pendidikan yang memunculkan terjadinya privatisasi pendidikan sehingga pada akhirnya pendidikan menjadi sebuah komoditas yang diperjualbelikan, dan di bidang budaya Indonesia juga menalami sebuah krisis kebudayaan yang sangat luar biasa dimana masyarakatnya telah terbawa arus global yang telah membawa budaya-budaya baru yang dating dari luar.
Realitas tersebut memberikan sutau gambaran bahwa bangsa ini telah kehilangan jati dirinya. Hal ini tentu saja sangat berbahaya mengingat bangsa ini merupakan sebuah bangsa yang besar dengan kekayaan alam dan budaya yang sangat melimpah dan luar biasa. Ketika kondisi ini terus berlangsung maka kedaulatan bangsa ini akan tergadaikan dan bangsa ini akan menjadi bangsa yang tidak berdaya, karena bangsa ini telah terkerangkeng dalam suatu sistem global.
Ironis memang ketika dulu soekarno pernah mengatakan bahwa Indonesia harus menjadi bangsa yang berdaulat; berdaulat dalam ekonomi, berdaulat dalam pangan dan berdaulat dalam politik, namun sekarang kedaulatan yang telah diusahakan dan dicita-citakan oleh soekarno tersebut telah hancur dan Indonesia telah menjadi bangsa kuli yang hidupnya bergantung dengan bangsa lain. Lalu yang menjadi suatu pertanyaan adalah dimana kemerdekaan yang sudah diproiklamirkan selama 63 tahun tersebut?, ataukah sebenarnya bangsa ini belum bisa dikatakan sebagai bangsa yang merdeka?
“Selamatkan Indonesia”, itulah yang yang saya kira harus dilakukan agar bangsa ini bisa kembali menjadi bangsa yang besar dan berdaulat yang bisa berdiri tegak diatas kakinya sendiri bukan dikaki Negara lain. Penyelamatan Indonesia harus dilakuakan secara komprehensif dan perlu dilakukan perbaikan dari hal-hal yang paling mendasar.
Revitalisasi Indonesia merupakan suatu solusi bagi bangsa ini agar bisakembali menjadi bangsa yang besar dan berdaulat. Revitalisasi merupakan suatu sikap untuk mengembalikan bangsa ini kejalur yang benar. Jalur yang benar disini adalah sebuah jalur yang sesuai dengan cita-cita luhur yang mendasari berdirinya republik ini yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. cita-cita tersebut yang seharusnya dijadikan sebuah dasar bagi bangsa ini untuk melangkah sehingga bangsa ini bisa menjadi bangsa yang memiliki kepercayaan diri ditengah persaingan global.
Saya yakin ketika cita-cita tersebut telah mengendap dan menjadi suatu ideologi maka tidak akan ada yang namanya penjualan asset-aset bangsa kepada pihak asing, tidak akan ada krisis budaya terhadap masyarakat, tidak akan ada privatisasi pendidikan yang menjadikan pendidikan menjadi komoditas yang diperjualbelikan, tidak akan ada lagi ketergantungan sumber daya kepada pihak asing, karena Indonesia dengan cita-citanya tersebut telah menjadi suatu bangsa yang mandiri, bermartabat dan berdaulat.
Terakhir, mudah-mudahan kemerdekaan yang menjadi harapan seluruh rakyat Indonesia akan bisa terwujud dan mudah-mudahan kedepan Indonesia akan kembali terbangun dari tidurnya dan menyadari apa yang sebenarnya harus dilakukan untuk bangsa ini. Sebagai anak bangsa mari kita Selamatkan Indonesia….


Penulis Adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Social Dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman Angkatan 2005

Tren Baru Politik Nasional

Tren Baru Politik Indonesia
Ketika Artis Menjadi Politisi
Oleh: Fahmi Fatkhurozi

Tidak ada yang melarang ketika banyak orang yang memiliki obsesi menjadi pemimpin ataupun pejabat di negeri ini. Bukan merupakan suatu kesalahan ketika ada seorang tukang becak yang bermimpi menjadi gubernur, bukan juga merupakan suatu kekeliruan ketika ada pengamen jalanan yang berkhayal menjadi seorang presiden dan juga bukan merupakan sutau bencana ataupun dosa ketika banyak artis yang memiliki obsesi untuk menjadi seorang pejabat negara baik itu presiden, mentri, anggota parlemen, gubernur, sampai bupati/walikota. Karena hal tersebut merupakan hak pribadi dari seseorang, yang penting seseorang tersebut memiliki kemampuan dan juga potensi untuk bergelut dengan dunia tersebut.
Fenomena selebrity yang beralih profesi menjadi politisi memang telah menjadi tren baru politik di Indonesia, tercatat sederet nama-nama artis di negeri ini yang mulai merambah ranah politik sebagai profesinya, seperti dede yusuf, primus yustisio, ayu soraya, marisahaq, ajie masaid, syaeful jamil, dll. entah apakah fenomena ini merupakan suatu gejala akan kejenuhan masyarakat terhadap tokoh-tokoh politik nasional kita yang banyak mengumbar janji tanpa ada realisasi atau mungkin ini hanya sebagai bentuk strategi politik partai yang berusaha memanfaatkan popularitas artis untuk mendulang suara di pemilu 2009.
Popularitas yang dimiliki artis memang menjadi aset yang sangat berharga bagi artis itu sendiri ataupun partai politik yang mengusungnya karena dengan popularitas tersebut partai politik dan artis tersebut akan semakin mudah dalam memberikan pengaruh kepada masyarakat untuk memilihnya di pentas demokrasi nasional, karena memang popularitas artis merupakan medan magnet yang sangat kuat dalam menarik simpati masyarakat, apalagi ditengah kejenuhan dan ketidak percayaan masyarakat terhadap tokoh politik di negeri ini yang tak kunjung memberikan suatu perbaikan dan perubahan bagi bangsa dan Negara ini. Sosok artis seakan menjadi sebuah figure dan harapan baru bagi masyarakat dalam mewujudkan suatu perubahan yang lebih baik.
Gejala politik yang seperti ini juga hendaknya di sikapi oleh masayarakat secara cerdas karena jangan sampai kita terbawa suatu issue politik tanpa kita mecoba melihat secara kritis issue tersebut. Ada beberapa hal yang kiranya patut kita pertanyakan dari fenomena tersebut. Pertama, sejauhmana pemahaman dan kemampuan artis tersbut dalam ranah politik?, karena dunia politik bukan dunia yang main-main seperti dunia selebrity, dunia politik sangat berkaitan erat dengan nasib bangsa dan Negara. Kedua, apa sebenarnya motif dibalik pengusungan para artis oleh partai politik?
Petanyaan pertama tentu saja bukan merupakan sebuah bentuk justifikasi ketidakmampuan artis dalam dunia politik, namun sebagai sebuah sikap kritis dan selektif untuk memperoleh pemimpin yang berkualitas. Karena memang kalau kita coba untuk membandingkan dunia keartisan dengan dunia politik maka akan terlihat suatu perbedaan yang sangat mencolok dan mendasar. Seorang artis yang biasa hidup dalam gemerlap dunia hiburan dengan segala atribut kemewahan dan kesenagan, yang biasa menghabiskan waktunya di depan kamera, diskotik, pesta, hura-hura, dll, harus dituntut untuk merubah hidupnya 380 derajat menjadi seorang politisi yang harus mengurusi Negara dengan segala permasalahanya yang sangat kompleks, seperti kemiskinan, kebodohan, korupsi, stabilitas ekonomi, disintegrasi bangsa, dll. Lalu yang menjadi pertanyaan mendasar adalah apakah mampu seseorang dengan latar belakang dunia yang sangat berbeda bahkan bertolak belakang mengatasi permasalahan bangsa tersebut?. Sekali lagi ini bukan justifikasi ketidakmampuan artis dalam berpolitik, karena saya yakin ada juga artis yang memiliki kemampuan lebih dibidang politik, bahkan sebenarnya saya juga percaya pada dasarnya semua orang memiliki kemampuan dalam berpolitik, tinggal bagaimana seseorang tersebut dalam hal ini artis mampu untuk belajar dan beradaptasi dengan cepat dengan dunia barunya tersebut, karena dunia politik adalah dunia yang sangat dinamis dan menuntut pelakunya untuk bisa menyikapinya secara cepat juga.
Selain permasalahan kapasitas dari para artis, motif yang mendasari partai politik mengusung para artis menjadi politisi juga patut kita pertanyakan. Karena, seperti yang saya kemukakan diawal, bisa jadi ini hanya sebuah strategi politik dari partai untuk mendulang suara melalui popularitas yang dimiliki artis, atau dengan kata lain artis hanya dimanfaatkan oleh partai politik. Artis tetaplah menjadi artis dipentas politik dengan peran yang sudah diatur oleh para politisi yang sesungguhnya dari partai politik.
Sikap cerdas dan kritis dari masyarakat merupakan suatu bentuk tindakan preventif dalam merespon dinamika politik yang terjadi di negeri ini. Karena memang pada akhirnya masyarakatlah yang nantinya akan menentukan apakah layak ketika seorang artis di daulat untuk memimpin negeri ini?.



Penulis Adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Social Dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman Angkatan 2005

Profil

Fahmi Fatkhurozi
Tegal, 12 Februari 1987
Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman Angkatan 2005
Motto Hidup:
"Menjadi Manusia yang bermanfaat untuk semua"


Pengalaman Organisasi:
Ketua Umum Ikatan Remaja Muhammadiyah Ranting Debong Wetan Periode 2002-2003
Kepala Bidang Internal Pelajar Islam Indonesia Komisariat Dukuhturi Periode 2002-2003
Kepala Bidang Eksternal Pelajar Islam Indonesia Komisariat Dukuhturi Periode 2003-2004
Departemen Pengembangan Organisasi Pengurus Daerah Pelajar Islam Indonesia Periode 2004-2005
Dewan Ta'dib Pengurus Daerah Pelajar Islam Indonesia Periode 2004-2005
Bidang Kajian Strategis KAMMI Komisariat Soedirman Periode 2005-2006
Bidang Jurnalistik Himpunan Mahasiswa Jurusan Administrasi Negara Periode 2006-2007
Menteri Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP UNSOED Periode 2006-2007

Pengalaman Training:
Pra Basic Training Pelajar Islam Indonesia Tahun 2002 di kota Tegal
Basic Training Pelajar Islam Indonesia Tahun 2003 Di Kota Pekalongan
Training Manajemen Pelajar Islam Indonesia Tahun 2004 Di Kota Bumi ayu
Achievment Motivation Training (AMT) Tahun 2004 Di Kota Tegal
Intermediate Training Pelajar Islam Indonesia Tahun 2005 Di Kota Kudus
Kursus Pelatihan Pemandu Pra Basic Training Tahun 2005 di Kota Tegal
Dauroh Marhalah I KAMMI Komisariat Soedirman Tahun 2006
Political School KAMMI Komisariat Soedirman Tahun 2006