Rss Feed

Kritik Sosial Terhadap Pengembangan Investasi Di Kabupaten Banyumas


KOTA PESOLEK
Sebuah Kritik Sosial Terhadap Pengembangan Investasi Di Kabupaten Banyumas

Oleh: Fahmi Fatkhurozi

Alih-alih sang pemimpin yang menginginkan investasi sebagai pondasi dasar bagi pembangunan daerahnya, kini daerah yang terkenal dengan sebutan kota satria tersebut menjadi begitu genit dan ganjen. Setiap sudut dari daerah tersebut tidak ada yang luput dari make-up-make-up kapitalis yang membuat kota tersebut semakin kelihatan seksi dan molek bagi para investor. Alun-alun yang merupakan markas besar bagi sang pemimpin kini disulap menjadi sebuah alun-alun yang modern dengan dipasangi layar digital segede gaban, lapangan alun-alun yang tadinya terbelah menjadi duapun digabung menjadi satu, pohon beringin besar yang konon katanya memiliki nilai history bagi masyarakat kota tersebutpun tak luput menjadi korban dari sang penata rias, belum lagi pergantian rumput lapangan yang kata sang pemimpin memiliki kualitas nomor wahid sehingga rumput tersebut akan terasa lebih empuk daripada kasur-kasur anak kostn, tegasnya dalam sebuah acara seminar nasional di fakultas ekonomi unsoed, para pedagang kaki lima yang biasanya mangkal disitupun dipindah (bahasa alusnya “diusir”) ke daerah sebelah barat Telkom yang sepi dari kerumunan orang, karena dianggap merusak keindahan alun-alun. Belum selesai penataan alun-alun kota, kita beranjak ke kawasan terminal lama yang sekarang ini sedang disulap menjadi taman kota yang menurut sang pemimpin taman kota tersebut akan menjadi salah satu alternatif hiburan masyarakat yang murah meriah dan nyaman, apalagi kata sang ajudan pemimpin dalam acara ceramah enterpreneur di kampus FISIP Unsoed, rencananya ada sebgaian dari luas lahan terminal lama tersebut yang akan dipakai untuk para ukm-ukm yang ada di kota tersebut untuk menjajakan produk-produknya, sehingga akan semakin molek dan seksilah sang kota satria tersebut. Dari terminal lama kita beranjak ke kawasan kampus yang kaya akan potensi ekonomi, selain karena banyaknya masyarakat pendatang di kawasan tersebut yang cenderung konsumtif, jalur yang dilaluipun merupakan jalur wisata menuju kawasan wisata nomor wahid dikota tersebut, yakni baturaden. Karena besarnya potensi ekonomi yang ada di kawasan tersebut, maka sang perias kotapun segera melancarkan aksinya, tepat di depan kampus unsoed sekarang ini sedang di bangun sebuah pusat perbelanjaan dan pertokoan raksasa yang bernama “Purwokerto City Walk”, entah akan seperti apakah PCW itu saya sendiri belum tahu pasti, tapi yang jelas dari apa yang di presentasikan oleh pengelola pembangunan PCW tersebut dalam acara “behind the schene purwokerto city walk” di kampus FISIP Unsoed seakan menjanjikan begitu banyak keindahan, kemudahan dan fasilitas, pokoknya semuanya ada. Bahkan PKL-PKL yang sekarang ini bertebaran di daerah sekitar kampus unsoedpun akan digiring masuk ke areal PCW tersebut. Namun, yang menjadi permasalahan adalah aksesoris kapitalis yang bernama PCW tersebut berada di kawasan unsoed yang notabene adalah kawasan pendidikan, sehingga munculah berbagai reaksi dan protes dari berbagai elemen masyarakat ternmasuk oleh salah seorang dosen sosiologi dalam majalah solidaritas yang mengatakan bahwa pembangunan PCW akan menimbulkan segregasi sosial dimana orang mewah yang bukan penduduk asli tiba-tiba tinggal, akhirnya menciptakan kecemburuan masyarakat lokal yang hanya berpenghasilan sekitar 10.000/hari. Belum lagi dampak bagi dunia pendidikan itu sendiri, yang menurut sebagian mahasiswa akan membawa dampak perubahan sosial pula terhadap gaya hidup mahasiswa dari education culture menjadi hedon dan konsumtif culture. Terlepas dari semua kritik tersebut sang pemimpin tetap kekeh (teguh dengan pendirianya) untuk menyelesaikan proyek tersebut sehingga kawasan tersebut akan menjadi salah satu kawasan terseksi di kota tersebut yang akan menyedot investor dan wisatawan untuk berinvestasi dan berwisata, karena letaknya yang sangat strategis di areal kampus dan jalur wisata baturaden.
Mungkin setelah semua penataan kota tersebut rampung, giliran sang pemimpin yang beraksi untuk menjajakan sang kota yang seksi dan molek ini ke tangan-tangan investor swasta yang dengan penuh gairah dan nafsu menyambutnya sebagai ladang untuk berbisnis dan mendulang rupiah. Kini sang kota satria benar-benar telah menjadi kota pesolek yang menjanjikan sejuta kemudahan dan kebahagian bagi para investor, dan sang penguasapun dengan tangan terbuka akan memberikan sambutan yang hangat kepada setiap investor yang tergoda akan keseksian dan kemolekan sang kota pesolek ini. Entah apakah itu akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya atau tidak itu urusan belakangan, karena yang terpenting adalah sang kota pesolek telah laku di pasaran dan sang penguasapun tersenyum dengan renyahnya karena usahanya selama ini telah membuahkan hasil.


Penulis Adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman Angkatan 2005

0 komentar:

Posting Komentar